Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (18—22 April 2016) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka selama sepekan.
Fahri Hamzah, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Pemecatan Fahri Hamzah dari PKS agaknya masih terdengar hingga pekan ini. Bahkan, Fahri Hamzah berencana melakukan pertemuan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam waktu dekat. Namun, ide itu tidak muncul tiba-tiba, Fahri beralasan bahwa dia sudah merencanakan untuk berkunjung ke rumah SBY sejak lama, karena rumah mereka berdekatan. "Beliau tinggal di Cikeas, saya di Cibubur," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/4). Menurut dia, SBY besar karena kritikan. "Anda tahu kan, 10 tahun Pak SBY memimpin, saya ini adalah tukang kritik Pak SBY, dan alhamdulillah saya enggak ada masalah," ucap politisi PKS ini. "Dia (Pak SBY) tahu kami anggota DPR. Mulut kami digaransi oleh rakyat, tidak boleh dibungkam, tidak boleh dihentikan. Mulut kami diproteksi oleh konstitusi demi kebaikan eksekutif yang kita kritik," ujar Fahri. Ia menambahkan, jika anggota DPR tidak melakukan kritik, justru ada masalah.
Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua MPR
Tertangkapnya buron kasus korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mengundang komentar Hidayat Nur Wahid. Menurut Hidayat, para buronan kasus korupsi BLBI layak dijatuhi hukuman mati jika tertangkap nantinya. Ia menyebutkan, dari sisi hukuman formal, diatur hukuman mati untuk kasus korupsi yang sangat khas dan membahayakan ekonomi Indonesia. "Gara-gara BLBI cicilan utang Indonesia sangat memberatkan APBN. Menurut saya, itu bisa masuk ke kategori yang mengacaukan ekonomi Indonesia," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/4). "Untuk mereka, diajukan tuntutan hukuman mati saya kira layak. Apa pun nanti keputusan akhirnya, tetapi tuntutan maksimal perlu dilakukan," kata dia.
Samadikun Hartono, Buron Kasus BLBI
Akhirnya Samadikun Hartono terpidana kasus korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia yang buron selama 13 tahun dipulangkan ke tanah air setelah otoritas China menangkapnya di Shanghai. Buron yang merugikan negara Rp 169,4 miliar itu ditangkap saat menonton F-1. Sutiyoso, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), mengatakan bahwa Samadikun ditangkap otoritas Tiongkok setelah BIN memberikan informasi keberadaannya. "Tanggal 14 April yang bersangkutan ditangkap aparat penegak hukum China di Shanghai, setelah BIN memberikan tempat keberadaannya," kata Sutiyoso dalam konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (21/4) malam. Samadikun memang telah dibawa kembali ke Indonesia namun banyak pihak yang menyayangkan karena Samadikun diperlakukan istimewa oleh aparat. Lihat saja, Samadikun tidak diborgol saat tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta ataupun Kejaksaan Agung. Dia pun terlihat masuk ke ruangan VIP Bandara bersama Jaksa Agung HM Prasetyo dan Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso.
Harry Azhar Azis, Ketua BPK
Kisruh Ahok dan Badan Periksa Keuangan (BPK) membuat nama Harry Azhar Azis mencuat. Pekan ini KPK mengumumkan bahwa Harry Azhar belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "Sudah dicek secara manual, baik yang diterima via pos maupun langsung di CS, Pak Harry Azhar Azis belum lapor LHKPN sebagai Ketua BPK," ujar Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN, Cahya Hardianto Harefa, melalui pesan singkat, Rabu (20/4). Harry terakhir menyerahkan LHKPN pada 2010, saat masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Harry menjadi Ketua BPK sejak Oktober 2014. Berdasarkan ketentuan, penyelenggara negara harus bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan sesudah menjabat.
Ruhut sitompul, Politisi Partai Demokrat
Perihal rencana Fahri Hamzah bertemu SBY, Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul tak mempermasalahkan. Namun, Ruhut tak rela jika pertemuan tersebut berujung masuknya Fahri ke partai berlambang Mercy itu. "Kalau Fahri gabung Demokrat, aku keluar dari partai," kata Ruhut, Rabu (20/4). Namun, dia yakin SBY akan lebih memilih dirinya ketimbang Fahri. Ruhut mengatakan, selama ini dirinya yang paling sering mengkritik Fahri Hamzah. Oleh karena itu, Ruhut merasa tidak mungkin bisa satu partai dengan Fahri. Ruhut bahkan pernah mengaku sudah sejak lama meminta kepada Ketua Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Salim Segaf Al Jufri agar memecat Fahri Hamzah. "Berapa kali saya mengatakan, heh Fahri Hamzah kau itu kader PKS yang menggunting dalam lipatan. Berapa kali aku bilang itu tiap berantem sama dia," ucap Anggota Komisi III DPR ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News