Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (29 Juni—3 Juli 2015) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka selama sepekan.
Sutiyoso, Calon Ketua Badan Intelijen Negara
Jalan Sutiyoso menuju kursi Ketua Badan Intelijen Negara (BIN) benar-benar mulus. Komisi I menyetujui secara aklamasi pencalonan Sutiyoso sebagai Kepala BIN. Keputusan ini diambil setelah Sutiyoso menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR selama 6 jam, Selasa (30/6). Meski demikian, ada sejumlah fraksi yang memberikan catatan kepada Sutiyoso. Fraksi PDI Perjuangan, misalnya, menerima dan mendukung Sutiyoso secara penuh. Namun, PDI Perjuangan meminta, agar Sutiyoso dapat tunduk terhadap UU Intelijen Negara. Sutiyoso merasa bersyukur telah mendapatkan persetujuan Komisi I DPR untuk menjadi Kepala Badan Intelijen Negara. "Saya sadar di depan tugas berat telah menunggu saya dan saya juga tahu saya tidak akan bisa menyelesaikan tugas ini tanpa bantuan banyak pihak," kata Sutiyoso, di Kompleks Parlemen, Senayan. Sutiyoso bertekad untuk membuat BIN sebagai sebuah lembaga negara yang lebih terbuka. Masyarakat bisa berpartisipasi langsung memberikan beragam informasi yang dianggap berguna.
Rini Soemarno, Menteri BUMN
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno membantah dirinya mengucapkan kata-kata yang menghina Presiden Joko Widodo seperti dalam transkrip percakapan yang beredar di media sosial. Dia merasa difitnah atas beredarnya transkrip berupa pesan yang merendahkan Jokowi. "Sepatutnya dalam bulan suci Ramadan ini kita semua tidak semestinya memfitnah orang," ujar Rini dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com di Jakarta, Senin (29/6/2015). Menurut dia, bahasa yang tertera dalam transkrip itu tidak mencerminkan bahasa yang biasa dia pakai sehari-hari. Sebagai seorang menteri yang diangkat oleh Presiden, Rini merasa wajib menjaga martabat dan kehormatan Presiden. "Bagi saya adalah mutlak untuk mematuhi dan menghormati Presiden sebagai atasan saya," kata dia.
Jenderal Gatot Nurmantyo, Calon Panglima TNI
DPR menyetujui Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI juga secara aklamasi pada Jumat (3/7). Gatot pun sudah melapor ke Presiden Jokowi perihal pesetujuan DPR itu. “Saya melaporkan ke Presiden bahwa saya sudah laksanakan tugas semuanya dengan paripurna," ujar Gatot saat ditemui wartawan di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (3/7/2015). Dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi, Gatot mengaku belum tahu kapan dirinya akan dilantik sebagai Panglima TNI. Namun dia sudah diminta untuk melakukan konsolidasi. Namun, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gatot akan dilantik nanti setelah Jenderal Moeldoko pensiun pada 1 Agustus 2015.
Marsekal Agus Supriatna, Kepala Staf TNI Angkatan Udara
Sejak pesawat Hercules jatuh, Marsekal Agus Supriatna adalah orang yang paling sibuk berbicara ke media. Dia menjelaskan berbagai hal mengenai kecelakaan yang menimpa pesawat Hercules. Mengenai penyebab si Hercules jatuh, Agus Supriatna mengatakan, setelah lepas landas, salah satu mesin kanan pesawat mengalami malafungsi. Hal itu, kata dia, terlihat dari pesawat yang terbang ke kanan dengan ketinggian yang rendah. "After take-off karena malfunction di engine sebelah kanan, (pesawat) cenderung ke kanan. Saat itu pilotnya sudah minta kembali ke pangkalan return to base," kata Agus dalam wawancara dengan Kompas TV, Kamis (2/7/2015). Agus mengatakan, setelah satu menit terbang, pesawat Hercules menabrak antena setinggi 100 kaki atau sekitar 30 meter. Agus tak menjelaskan milik siapa dan untuk apa antena itu."Kena antena, buktinya ada dari tujuh tahap antena tinggal dua. Beberapa antena berjatuhan di atas atap rumah atau ruko. Itu kan sebetulnya di ujung runway, seharusnya tidak ada antena setinggi itu," kata Agus.
Elvyn G. Masassya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
Perubahan mekanisme pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) bisa diambil setelah 10 tahun menuai protes. Sebab, menurut Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya, prinsip JHT adalah tabungan untuk hari tua. “Ketika pekerja memasuki pensiun, akan mendapatkan dana yang cukup untuk hidup layak,” kata Elvyn, Kamis (2/7). Tak pelak, aturan tersebut mendapat protes dan penolakan masif dari para netizen, bahkan ada penggalangan petisi menolak aturan baru itu. Hasilnya, ada revisi atas PP yang baru diberlakukan 1 Juli itu. “Melalui media, kami sampaikan bahwa untuk yang PHK dan mengundurkan diri satu bulan kemudian bisa dicairkan," ujar Elvyn. Dia mengatakan akan merevisi PP secepatnya. Itu terjadi setelah Elvyn dan Menteri Tenaga Kerja dipanggil Presiden Jokowi (Jumat, 3/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News