Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (2—4 Mei 2016) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka selama sepekan.
Puan Maharani, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Berita soal pemerkosaan dan pembunuhan terhadap siswa SMP di Bengkulu bernama YN telah membetot perhatian masyarakat. Namun, Puan Maharani mengaku belum mengetahui kasus yang menimpa YN (14). Puan mengatakan, ia belum membaca pemberitaan soal kasus yang kini tengah menjadi perhatian publik itu. "Wah saya belum tahu. Apa tuh ya? Saya belum dengar," ujar Puan, saat ditanya tanggapannya soal kasus YN, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/5). Terang saja ini mengusik Fadli Zon yang Wakil Ketua DPR. "Saya kira mungkin Bu Puan harus lebih banyak membaca, apalagi ini berita yang menonjol," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (4/5), "Saya minta Menko PMK responsif dan pro-aktif karena ini kasus luar biasa dan tak boleh terulang kembali."
Yusril Ihza Mahendra, Bakal Calon Gubernur DKI
Dari media kita dapat melihat aktivitas Yusril Ihza Mahendra yang merupakan bakal calon Gubernur DKI dalam Pilkada DKI 2017. Selasa (3/5), di hadapan warga Bidaracina, Jakarta Timur, saat menghadiri undangan warga setempat, dia mengeluh telah menjadi korban fitnah dan propaganda di media sosial. Hal itu berkait dengan meme yang beredar di media sosial yang membandingkan dirinya dengan Ahok. Meme itu dianggap menyudutkan karena menyebut kalau pilih Ahok, akan mendapatkan rumah bagus; kalau mau tetap tinggal di tempat kumuh, silakan pilih Yusril. "Memang saya mau mempertahankan kampung itu jadi kumuh selamanya? Tidak!" kata Yusril. Dia juga membeberkan, di media sosial disebutkan dia membantu kasus hukum yang menimpa warga karena berniat menjadi gubernur. Ia membantah. Yusril mengatakan, dirinya pernah membantu warga Pulogadung yang terancam digusur tahun 2013. “Membela rakyat di Bidaracina sejak Agustus tahun 2015, belum ada pikiran mau jadi gubernur. Saya baru mengatakan akan maju jadi gubernur tanggal 6 Februari 2016," kata Yusril.
Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Anies Baswedan mendatangi Kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di Jakarta, Rabu (4/5) siang, untuk menerima laporan resmi dari Ombudsman terkait temuan pelanggaran yang terjadi selama ujian nasional (UN) tingkat SLTA. "Saya senang dan mengapresiasi hasil kerja keras teman-teman Ombudsman," ujar Anies dalam proses penerimaan laporan tersebut. "Hanya, saya harapkan untuk Ombudsman level provinsi, laporannya jangan lagi kasus per kasus. Tapi tunjukkan pola sebarannya ke kami." Menurut Anies, jika yang disampaikan hanya kasus per kasus, Kemendikbud akan kesulitan dalam menindaklanjutinya. Anies mengatakan bahwa Kemendikbud sudah berupaya mengambil langkah secara sistematis. Contohnya, tak menjadikan UN sebagai syarat kelulusan. "Tapi memang kenyataannya kecurangan itu masih ada meskipun UN tak lagi jadi standar kelulusan. Itu karena sekolah punya prestise. Itu yang perlu dibenahi kembali," kata Anies.
Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan mengenai moratorium reklamasi di Teluk Jakarta. Menurut dia, moratorium reklamasi Teluk Jakarta terdiri dari dua macam, yakni moratorium dari sisi planning atau perencanaan keseluruhan serta praktik di lapangan. "Moratorium planning, sesuai dengan arahan Presiden, moratorium (reklamasi Teluk Jakarta) berlaku sampai analisis dan rencana besar yang disiapkan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) selesai," kata Siti, di Pulau D, Rabu (4/5). Siti memandang, pengembang dalam proyek tersebut tidak melakukan kajian lingkungan secara detail, seperti permasalahan sedimen yang berdampak terhadap sentra perikanan. "Kemudian ada dampak pada perlindungan hutan mangrove di Muara Angke. Ini harus dilihat keselarasan pemanfaatannya," kata Siti.
Fadli Zon, Wakil Ketua DPR RI
Dalam kesempatan sebelumnya, Megawati Soekarnoputri telah menceletuk soal pembayaran uang tebusan untuk membebaskan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf. Fadli menilai Megawati tidak mungkin asal bicara tanpa mempunyai data. Namun, lal ini malah membuat kesimpangsiuran informasi. Fadli meminta pemerintah meluruskan hal ini. "Tidak perlu malu atau takut untuk mengatakan bahwa ini ditebus," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/3). Fadli menilai, tidak ada yang salah jika memang uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp 14 miliar itu diberikan kepada Abu Sayyaf. Dia menilai, pemberian uang tebusan itu tidak ada artinya dibandingkan dengan nyawa 10 WNI yang disandera. "Yang nebus juga kan bukan uang APBN. Paling uang perusahaan, tidak ada masalah. Ditebus tidak ada masalah, tidak ditebus pun itu lebih bagus," ucap Fadli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News