Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (22— 26 Februari 2016) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka selama sepekan
Ivan Haz, Anggota DPR RI
Tampaknya karier Fanny Safriansyah alias Ivan Haz sebagai anggota DPR sedang diujung tanduk. "Kami di MKD melihat bahwa sudah tidak ada celah untuk Ivan bisa bertahan di DPR ini," ujar Maman Imanulhaq, anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/2). Keterlibatan Ivan dalam kasus dugaan narkoba dan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap asisten rumah tangganya dianggap tak dapat ditoleransi. Apalagi Ivan juga jarang hadir di DPR. Ivan, menurut Maman, sudah mengakui bahwa dia hanya hadir saat pelantikan. Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menegaskan, anggota Dewan yang terlibat kasus narkoba akan mendapatkan sanksi tegas dari MKD.
Ade Komarudin, Ketua DPR RI
Dari media kita melihat bahwa Golkar semakin memanas. Salah satu yang mencuat adalah dugaan Ade Komarudin, Ketua Dewan Perwakilan rakyat (DPR), menerima gratifikasi fasilitas jet mewah. Jelas saja Ade Komarudin. Ia mengatakan, jet mewah yang digunakan sebagai moda transportasi itu sebelumnya disiapkan oleh Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo. "Saya paham, sekarang kan musim jelang munas. Saya maklum, manakala dikembangkan oleh beberapa teman yang mungkin merasa terganggu kalau saya mencalonkan," kata Ade di Kompleks Parlemen, Selasa (23/2). Ade pun menekankan, hingga kini dirinya belum memutuskan untuk ikut dalam pencalonan ketua umum Partai Golkar saat munas. Meski demikian, ia meminta agar setiap kandidat dapat bersaing secara sehat dalam kontes tersebut.
Budi Waseso, Kepala BNN
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso mengapresiasi inisiatif TNI memberantas narkoba di lingkungan internalnya. "Ini salah satu respons positif tertibkan internal. Harus ditiru semuanya," kata Buwas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/2). Budi Waseso tidak terkejut saat mengetahui ada oknum TNI/Polri yang diduga menggunakan narkoba. Menurut Buwas, bandar narkoba kini menggunakan modus memengaruhi aparat TNI/Polri untuk menggunakan narkoba sehingga peredaran bisnis haram itu menjadi lebih luas. "Jaringan (bandar) ini kan hebat, bisa pengaruhi seluruh lapisan ya, termasuk dari TNI, Polri, BNN, macam-macam. Untuk dia bisa tetap melegalkan daripada kejahatan dia, ternaungi, terdukung," kata Buwas, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Lukman Hakim Saifuddin
Dari media kita mengetahui bahwa pemerintah Arab Saudi akan memberi santunan bagi keluarga korban jatuhnya crane di Mekkah pada September lalu. Pemerintah Arab Saudi menjanjikan santunan sebesar 1 juta riyal atau Rp 3,8 miliar bagi semua keluarga korban meninggal dan cacat fisik tetap serta 500.000 riyal atau Rp 1,9 miliar untuk korban luka. Sayangnya, "Sampai saat ini belum ada tanda-tanda pencairan. Kami berharap pemerintah Saudi bisa mendengar keluhan keluarga korban," kata Lukman saat ditemui di Balai Kartini, Selasa (23/2). Lukman menuturkan, pemerintah Arab Saudi tak menyebutkan secara spesifik alasan mengapa santunan tersebut tak kunjung turun. Secara umum mereka hanya mengatakan biaya santunan sedang diproses. "Ini yang menuntut keluarga korban. Dan memang butuh santunan yang pernah dijanjikan Saudi itu," ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.
Anton Charliyan, Kepala Divisi Humas
Kasus Novel Baswedan, penyidik KPK, dihentikan Kejaksaan, Polri tampaknya bersikap pasif. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan mengatakan, Polri menghindari kegaduhan pascapenghentian penuntutan perkara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. "Kita tidak ingin terjebak antara dua institusi dibentrokan ini, misalnya menjadi sesuatu dibentrokan," ujar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Senin (22/2). Menurut dia, Polri menerima saja keputusan kejaksaan. Mengenai alat bukti yang dianggap tidak cukup, Anton mempersilakan pihak lain yang menggugat. Dalam posisi ini, Polri akan bersikap pasif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News