kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

5 Newsmakers: Dari Eggi hingga Gatot Nurmantyo


Sabtu, 07 Oktober 2017 / 05:00 WIB
5 Newsmakers: Dari Eggi hingga Gatot Nurmantyo


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa  lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (2—6  Oktober 2017) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka

Gatot Nurmantyo, Panglima TNI

Gatot Nurmantyomenegaskan, serangkaian pernyataannya beberapa waktu terakhir yang menuai kontroversi di publik bukan bentuk politik praktis. "Buktikan kepada saya bahwa saya berpolitik praktis. Saya akan mempertanggungjawabkan itu semua. Tidak pernah saya berpolitik praktis," ujar Gatot dalam wawancara khusus dengan Rosiana Silalahi dalam "Rosi" di Kompas TV pada Kamis (5/10) malam. "Kalau saya berpolitik, pasti saya akan berpijak pada salah satu partai, dua partai atau tiga partai. Ini akan membelah dan ini tidak boleh. TNI tidak boleh melakukan politik praktis." Perihal, pernyataan bahwa ada institusi nonmiliter yang mengadakan 5.000 senjata api. Gatot mengakui kalimat itu. Namun, dia membantah maksudnya bukan demikian, karena ada kalimat yang dipotong lalu tersebar di publik. "Tapi ada kata-kata, 'apabila hukum sudah tidak berlaku'. Ekornya itu diputus," kata Gatot. Ia mengatakan, pernyataan tersebut terpaksa dikeluarkan setelah dirinya menganalisis apa yang terjadi di negara-negara Timur Tengah yang dilanda konflik. "Saya menyampaikan keadaan ini karena saya bercermin di Suriah dan Irak. Itu tidak bisa membedakan kombatan dengan nonkombatan," ujar Gatot. "Di situlah terjadi warga sipil bisa memiliki senjata api yang masuk dengan cara ilegal...,"  tambah Gatot.

Eggi Sudjana,  Pengacara

Eggi Sudjana dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Ketua DPN Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Sures Kumar, Kamis (5/10). "Pak Eggi memberikan statemen yang agak mengganggu rasa kebinekaan kita sebagai WNI," ujar Sures. Eggi, masih menurut Sures, menyatakan bahwa pemeluk agama selain Islam bertentangan dengan Pancasila. Sures mengatakan, ia sangat terusik dengan adanya pernyataan itu. Sebagai umat beragama, kata dia, kelompoknya berupaya menciptakan keharmonisan. Demikian pula umat agama lainnya yang melebur dengan perbedaan yang ada. Menanggapi laporan tersebut, Eggi membantah melakukan ujaran kebencian. Menurut dia, dalam sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa", sudah jelas bahwa hanya Islam yang memiliki konsep Tuhan yang Esa. Jika mengacu isi Perppu Ormas yang melarang organisasi yang tak sesuai dengan Pancasila harus dibubarkan, kata Eggi, maka kelompok yang tidak menerapkan sila pertama itu harus dibubarkan. "Jadi jangan salah paham dengan saya. Justru saya berjuang untuk toleransi tersebut yang dihilangkan dengan berlakunya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 itu," kata Eggi.

Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI

Perihal netralitas, Jusuf Kalla mengingatkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan anggota TNI yang ingin terjun ke politik praktis agar mengundurkan diri dari institusinya. "PNS boleh memilih, boleh juga dipilih tapi harus keluar dulu. TNI juga begitu, boleh dipilih tetapi harus keluar dulu," ujar Kalla, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (4/10).  Ia memuji langkah yang pernah diambil putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, yang mundur dari TNI saat akan maju pada Pilkada DKI Jakarta. "Kayak Agus Harimurti Yudhoyono begitu. Kalau memang mau berpolitik praktis ya keluar dulu. Bagus itu kan," kata Kalla. Namun, ia mengingatkan agar semua pihak tak gampang menuding anggota TNI, seperti Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, sedang melakukan manuver politik menjelang Pemilu 2019. "Berpolitik itu memang agak bias juga. Jangan orang ngomong terus langsung berpolitik, jangan. Politik praktis itu ya ingin dipilih, ingin memilih itu yang praktis," kata Kalla.  

Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan

Ryamizard Ryacudu sempat meradang saat kembali ditanya soal 280 pucuk senjata yang diimpor Polri.  Awalnya, sebelum rapat kerja bersama Komisi I DPR, Ryamizard sudah menjawab pertanyaan para pewarta soal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) atau peluncur granat yang diimpor Polri. Ryamizard. Saat rapat selesai, para pewarta kembali menanyakan senjata yang masih tertahan tersebut karena belum puas dengan jawaban Ryamizard sebelumnya. Ryamizard meradang dan membentak wartawan sembari menepuk dada. "Dari saya, Menteri Pertahanan. Ngerti enggak? Semua senjata Menteri Pertahanan (yang kasih izin)!" kata Ryamizard.  Ia kembali menegaskan bahwa senjata yang diimpor Polri sudah sesuai dengan prosedur. Menurut Ryamizard, senjata tersebut tertahan karena masih melalui proses pemeriksaan kelayakan dan administrasinya. "Sudahlah, jangan (diperpanjang). Nanti jangan sampai TNI dengan polisi berseberangan. Itu tidak bagus. Tugas kita itu supaya mereka tidak terpecah. Itu tugas saya Menteri Pertahanan," lanjut dia.

Fadli Zon,  Wakil Ketua Umum Partai Gerindra

Kebiasaan Jokowi yang selalu menanyakan nama-nama ikan dan bagi-bagi sepeda mendapat tanggapan dari Fadli Zon. "Pak Jokowi harusnya jangan hanya tanya nama ikan, bagi-bagi sepeda, tapi tanya juga dong bagaimana kondisi ekonomi mereka," kata Fadli Zon kepada Kompas.com, Rabu (4/10). Fadli menegaskan bahwa saat ini daya beli masyarakat tengah menurun. Semuanya menyatakan bahwa ekonomi saat ini semakin sulit. Ia pun heran Jokowi justru menuding turunnya daya beli masyarakat sebagai isu yang diciptakan lawan politik untuk Pilpres 2019.  Fadli menilai, ketidaktahuan Jokowi ini disebabkan karena ia tidak pernah bertanya langsung ke masyarakat yang ditemui mengenai kondisi perekonomian mereka. "Tanya dong, 'bagaimana, Bapak, Ibu, hidup sekarang makin enak kan?' atau 'bagaimana, cari pekerjaan makin gampang kan?' Kalau itu dilakukan, baru saya angkat jempol," ucap Fadli. Ia meminta Jokowi melakukan koreksi terhadap kebijakannya, bukan justru mencari kambing hitam. "Ini masalah ekonomi rakyat, bukan masalah politik," ucap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×