Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (19—24 Maret 2018) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka.
Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra
Pernyataan bahwa 2030 Indonesia akan bubar, yang dilontarkan Prabowo dalam sebuah pidato yang diunggah di akun Facebook dan Twitter resmi Partai Gerindra, jelas menyulut berbagai pendapat. Namun, dengan santai Prabowo bilang pernyataannya itu didasarkan pada scenario writing pihak asing. "Jadi di luar negeri itu ada scenario writing, yang nulis itu ahli-ahli intelijen strategis. Dibuka dong, baca dong," ujar Prabowo di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis (22/3). Prabowo ingin menyampaikan skenario tersebut sebagai sebuah peringatan bagi Pemerintah Indonesia untuk tidak menganggap enteng berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat Indonesia, seperti kemiskinan, kesenjangan ekonomi, penguasaan sumber daya, hingga persoalan lingkungan. Namun, banyak yang menyebutkan bahwa prediksi itu sebenarnya berdasarkan sebuah novel atau karya fiksi yang bertajuk Ghost Fleet yang ditulis Peter Warren Singer dan August Cole. Berikut petikan pidato Prabowo itu: "Saudara-saudara! Kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini. Tetapi, di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030."
Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman
Geram. Itu yang terungkap saat Luhut Binsar Panjaitan menjadi pembicara dalam seminar nasional "Kebijakan dan Koordinasi Bidang Maritim untuk Kesejahteraan Nelayan" di Gedung BPK RI, Senin (19/3). Luhut geram dengan orang-orang yang dianggapnya asal-asalan dalam mengkritik pemerintah. Setelah bicara panjang lebar soal hal-hal yang sudah dilakukan pemerintah, khususnya di bidang Kemaritiman, Luhut meminta agar kritik tidak disampaikan secara asal-asalan. Ia menyinggung adanya tokoh senior yang menyebut program pembagian sertifikat Jokowi membohongi rakyat. "Kalau ada senior bilang bahwa ngasih sertifikat itu ngibulin rakyat, apanya yang ngibulin. Dari dulu juga ada pembagian sertifikat, tapi prosesnya panjang, lama dan sedikit. Sekarang prosesnya cepat, dan banyak. Lah, salahnya di mana," kata Luhut. Menko Kemaritiman itu juga bicara soal banyaknya tudingan bahwa pemerintah pro terhadap PKI dan pemerintah menjual data masyarakat kepada asing. Luhut menyebut, orang-orang tersebut punya banyak dosa di masa lalu. "Jangan asal kritik saja. Saya tahu track record-mu, kok. Background saya spion juga," kata purnawirawan Jenderal TNI ini. "Kalau kau merasa paling bersih kau boleh ngomong. Dosamu banyak juga kok. Sudahlah, diam sajalah. Jangan main-main, kalau main-main kita bisa cari dosamu, memang kamu siapa?" tambah dia.
Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-6 RI
Agaknya Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY terusik juga dengan maraknya silang pendapat antara Amien Rais dan Luhut Panjaitan. SBY meminta kedua tokoh tersebut berdamai dan menyelesaikan persoalan dengan kekeluargaan. “Kedua-duanya ini adalah sahabat saya. Saya berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan baik," kata SBY seperti dikutip dari siaran pers resmi Partai Demokrat, Rabu (21/3). Selain itu, menurut SBY, pemerintah tak boleh anti terhadap kritik. Apalagi, jika kritikan itu disampaikan dengan baik dan didukung data yang konkret. Meski begitu, SBY juga berharap Amien lebih berhati-hati dalam menyampaikan kritik. Sebagai tokoh senior, hendaknya mantan Ketua MPR itu lebih bijak sehingga tidak menimbulkan kegaduhan. "Kritik kepada pemerintah boleh saja asal tidak fitnah. Pemerintah juga jangan cepat marah kalau ada kritik dari rakyatnya,” kata Ketua Umum Partai Demokrat itu. Di sisi lain, SBY juga berharap pemerintah mengurangi penyampaian statement publik yang bernada ancaman. Menurut dia, kekuasaan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk melindungi dan mengayomi.
Mahyudin, Wakil Ketua MPR
Mahyudin menolak untuk mundur dari posisi Wakil Ketua MPR. Sedianya Golkar akan mengganti Mahyudin dengan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Lantaran itu, Sekjen Golkar Lodewijk Freidrich Paulus yang mempertanyakan loyalitasnya sebagai kader Golkar. Wah, Mahyudin jelas meradang. "Jangan saya yang diserang. Kalau loyalitas saya kira enggak perlu dipertanyakan. Saya semua keluarga saya, istri saya, adik saya, orang tua saya, semuanya di Golkar," kata Mahyudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/3). Ia bahkan mengaku membangun karier politik di Golkar dari bawah yakni menjadi pengurus dari tingkat kecamatan, kabupaten dan kota, provinsi, pusat, hingga bisa mencapai posisi Wakil Ketua Dewan Pakar sekaligus Wakil Ketua MPR. Mahyudin juga mengatakan saat kampanye di Pemilu 1999, dirinya bahkan sempat dilempari dan dikejar-kejar oleh masyarakat lantaran saat itu Golkar masih identik sebagai bagian dari Orde Baru. "Pemilu 1999 waktu saya sama Pak Akbar (Tanjung) dikejar-kejar orang. Kami melewati itu. Yang sekarang enggak melewati (masa) itu ya. Jadi kami memang pejuang di Golkar. Jadi tidak ada alasan (mempertanyakan loyalitas)," lanjut dia.
Pramono Anung, Sekretaris Kabinet
Pramono Anung jelas menolak tudingan setya Novanto bahwa dirinya menerima US$ 500.000 dalam proyek e-KTP. Pramono bilang, dia siap dikonfrontasi dengan siapa saja. "Karena ini menyangkut integritas, saya sebagai orang yang panjang dalam karier politik, sebagai pribadi, tentunya saja siap dikonfrontasi dengan siapa saja, di mana saja, kapan saja, monggo-monggo saja," ujar Pramono di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (22/3). Pramono mengatakan, saat proyek e-KTP bergulir, ia memang menjabat Wakil Ketua DPR. Namun, jabatannya itu tak berkaitan dengan Komisi II yang membahas proyek e-KTP. "Logikanya, kalau ada yang memberi (uang), pasti yang berkait dengan jabatan dan kedudukannya. Dalam hal ini, saya tidak pernah ngomong satu kata pun yang berkaitan atau berurusan dengan e-KTP," lanjut dia. Pramono yakin penyebutan nama sejumlah oagn berkait dengan Setya Novanto menjadi justice collaborator (JC) di KPK. "Ini agar dia mendapatkan justice collaborator, makanya menyebut nama-nama," ujar Pramono Anung di Kompleks Istana Presiden, Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News