Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (8—12 Januari 2018) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka
Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-P
Megawati Soekarnoputri mengungkapkan bahwa selama ini banyak kader partainya datang dan pergi. Karena itu, ia paham betul karakter macam-macam kader yang datang dan pergi tersebut. Megawati mengaku bahwa ia tak sedikit pun takut ditinggalkan kader-kader partainya karena tergiur godaan jabatan atau lainnya dari partai lain. "Saya tidak gamang, saya masih banyak kader yang bertahan, siap mengarungi samudera perjuangan karena keyakinan ideologi," ucap Megawati dalam pidatonya pada HUT PDI-P ke-45, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (10/1). Megawati mengatakan ada pihak yang sengaja menyerang orang yang tak disukainya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. "Para pelaku menggunakan identitas palsu untuk memfitnah siapa pun yang mereka tidak sukai. Dengan tanpa merasa bersalah, tanpa merasa menyesal," kata Megawati. "Mereka yang seperti itu adalah pengecut, tidak berjiwa besar." Megawati lantas sedikit berhumor menyikapi fenomena hoaks yang kerap dimainkan sejumlah pihak demi kepentingan kekuasaan semata. "Pak Presiden, banteng itu jantan kan? Jadi saya suka bilang begini. Kalau mau tempur ayo bersikap jantan. Padahal, anak-anak bilang, jangan lupa ibu betina lho," seloroh Megawati lantas disambut tawa mereka yang hadir.
La Nyalla Mahmud Mattalitti, Ketua Kadin Jawa Timur
La Nyalla Mahmud Mattalitti memutuskan untuk tidak lagi menjadi kader Partai Gerindra. La Nyalla mencurahkan kekesalannya kepada Ketua Umum Prabowo Subianto yang meminta uang sebesar Rp 40 miliar. Permintaan itu dilakukan saat La Nyalla melangsungkan pertemuan dengan Prabowo di Hambalang, Bogor, Sabtu (10/12), bertepatan dengan Gerindra mengumumkan Mayjen (Purn) Sudrajat sebagai calon Gubernur Jawa Barat. "Saya dimintai uang Rp 40 miliar. Uang saksi disuruh serahkan tanggal 20 Desember 2017. Kalau tidak bisa, saya tidak akan direkomendasi," ujar La Nyalla sebagaimana ditulis Tribunnews.com, Kamis (11/1). Menurut La Nyalla, ia belum menyanggupi menyerahkan uang itu. Dia pun dipanggil Prabowo ke rumahnya. "Saya dipanggil 08 (Prabowo) kok dimaki-maki. Prabowo itu siapa? Saya bukan pegawainya dia, kok dia maki-maki saya," ujar La Nyalla. Namun, pengakuan La Nyala dibantah Fadli Zon. Ia mengatakan, Prabowo tak pernah meminta uang sebesar Rp 40 miliar kepada La Nyalla. Ia meyakini Prabowo hanya menanyakan kesiapan finansial La Nyalla untuk maju sebagai calon Gubernur Jawa Timur dari Gerindra. Menurut dia, hal itu wajar sebab setiap pilkada membutuhkan logistik untuk menggerakkan mesin politik. Sandiaga Uno pun berkomentar bahwa Prabowo Subianto tidak pernah meminta mahar kepada calon kepala daerah yang diusung partainya. Namun, Sandiaga menyebutkan, setiap kontestasi politik pasti memiliki biaya.
Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan
Susi Pudjiastuti menyarankan pihak-pihak yang keberatan dengan tindakannya memberi sanksi penenggelaman kapal terhadap kapal pencuri ikan asing bisa menyampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo. "Jadi, kalau ada yang berkeberatan atau merasa itu tidak pantas, tentunya harus membuat satu usulan kepada Presiden untuk memerintahkan menterinya mengubah Undang-Undang Perikanan, di mana ada pasal penenggelaman, menjadi tidak ada," kata Susi melalui video yang diunggah akun KKP News ke YouTube pada Selasa (9/1). Sanksi itu telah diatur dalam UU 45/2009 tentang Perikanan sehingga sebagai menteri, Susi wajib melaksanakan amanat UU tersebut. Seperti diketahui, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta kebijakan penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing atau pencurian ikan di perairan Indonesia dihentikan. Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tidak lagi menenggelamkan kapal pada tahun 2018. Nah, tapi Presiden Joko Widodo justru memuji kebijakan Susi menenggelamkan kapal asing pencuri ikan. Jadi, bagaimana ya.
Fredrich Yunadi, Mantan pengacara Setya Novanto
Fredrich Yunadi dicegah berpergian ke luar negeri oleh pihak Imigrasi. Bagaimana respons Fredrich Yunadi atas pencegahan ini? Fredrich, pada Rabu (10/1) lewat pesan singkat kepada Kompas.com, hanya berujar, "Silakan hubungi langsung Ketua Tim Hukum DPN (Dewan Pimpinan Nasional) Peradi, ya. Sudah diserahkan ke induk organisasi." Secara terpisah, Ketua Tim Hukum DPN Peradi Sapriyanto Refa membenarkan Fredrich meminta bantuan kepada Peradi. Sapriyanto mengatakan, kejadian ini berawal pada 18/12/17, Fredrich hendak berangkat ke Kanada. Sesuai dengan prosedur, untuk ke luar negeri harus melalui proses pemeriksaan Imigrasi di bandara. Saat itu, pihak Imigrasi di bandara memberikan stempel pada paspor Fredrich, yang artinya tidak ada masalah. "Namun, ketika selang beberapa meter lewat, dia dikejar orang yang stempel tadi, dikatakan dia enggak bisa berangkat karena dicekal," ujar Sapriyanto. Fredrich, kata Sapriyanto, mempertanyakan mengapa setelah paspornya distempel baru dinyatakan dicekal. Namun, petugas menyatakan, dia tidak dapat berangkat dan paspornya diambil. "Ini, kan, menyalahi aturan," ujar Sapriyanto.
Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR
Perihal pengajuan permohonan justice collaborator (JC) oleh terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, Fahri Hamzah mengingatkan KPK untuk tidak membuat drama baru. Pasca-pengajuan permohonan, Fahri khawatir KPK justru akan sibuk mengejar nama-nama baru yang kemungkinan akan disebut Novanto, dan melupakan 14 nama yang sudah disebut-sebut sebelumnya. Menurut dia, tujuan permohonan justice collaborator yang diajukan Novanto hanya untuk membatasi peristiwa-peristiwa yang lain. "Jadi KPK jangan drama ke tempat lain. Drama yang ada aja dulu, 14 nama itu diungkap aja dulu," kata Fahri, ditemui di sela-sela diskusi di Jakarta, Kamis (11/1). KPK sendiri belum tentu mengabulkan permintaan itu. "Kami tidak langsung menyetujui, selalu akan kami lihat yang diungkap apa. Kalau enggak ada yang diungkap ya, kan dia harus mengungkap sesuatu yang lebih besar," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/1). Ia juga mengingatkan Novanto bila memohon sebagai justice collaborator berarti mengakui kesalahan yang diperbuat. "Jangan sampai di luar pengadilan mau jadi justice collaborator misalkan, di putusan pengadilan tidak terus terang, itu juga tidak konsisten," lanjut Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News