Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (8—12 Oktober 2018) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka.
Amien Rais, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN)
Setelah heboh dengan pengawalan yang berjumlah lumayan besar, Amien Rais akhirnya menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada berita bohong Ratna Sarumpaet di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (10/10). Agaknya pengawalan dengan jumlah besar itu untuk menjaga berbagai kemungkinan yang terjadi terhadap Amien. Politikus gaek ini masuk ke lobi Direktorat Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya sekitar pukul 10.00 WIB dan keluar sekitar pukul 16.00 WIB. Namun, seusai diperiksa wajah Amien terlihat cerah. "Saya dihormati, dimuliakan ya, oleh para penyidik. Dan betul-betul suasana akrab, penuh canda, tawa dan lain-lain," kata Amien. Pemeriksaan berjalan cukup lama juga. Namun, Amien menjelaskan, separuh waktu digunakan untuk makan, shalat, dan berbincang-bincang. "Jadi kalau ingin tahu, siang tadi makan gudeg ayam kampung. Kemudian ditantang kalau mau, nasi jamblang ada. Eh, nasi timbel. Tapi kalau (makan) banyak enggak cukup," cerita Amien. Sebanyak 30 pertanyaan yang disodorkan kepadanya juga langsung pada pokok kasus. Amien merasa tak ada kesan pemeriksaan yang berbelit-belit atau menjebak dirinya.
Prabowo Subianto, Calon Presiden Nomor Urut 02
Lagi, Prabowo Subianto membuat berita. Kali ini Prabowo menyebut bahwa saat ini telah terjadi upaya pengkhianatan yang dilakukan oleh kalangan elite terhadap masyarakatnya sendiri. "Ada masalah besar di republik kita, pendapat saya, bahwa saya melihat ada satu pengkhianatan terjadi. Pengkhianatan ini dilakukan oleh elite bangsa kita sendiri terhadap rakyatnya," ujar Prabowo saat berpidato pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Pondok Pesantren Minhajurrosyidin Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis (11/10). "Elite kita tidak berpikir kepentingan yang besar, rakyat, mereka berpikir kepentingan kelompoknya masing-masing, dirinya, keluarganya, sehingga disconnect terjadi, suatu jurang terjadi antara realita masyarakat dan kehidupan elite. Ini sudah berjalan puluhan tahun," tuturnya. Ia mengatakan, Indonesia memiliki seluruh sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi negara industrial yang terkemuka. Namun pada kenyataannya, sebagian masyarakat Indonesia justru tidak menikmati hasil kekayaan alam tersebut. "Semua kekayaan alam ada tetapi kita sebagai bangsa bisa dikatakan sekarang ini kita tekor sebagai bangsa," kata Prabowo.
Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR
Fahri Hamzah mengkritik penerbitan PP 43/ 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan PP itu masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta. Menurut Fahri, persoalan korupsi tidak dapat diselesaikan melalui pemberian imbalan kepada pihak pelapor. "Ini ada mazhab berpikir yang salah. Mazhab itu katakan bahwa kalau rakyat bisa saling lapor, maka masalah selesai," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10). Fahri menilai, seharusnya pemerintah fokus dalam pembenahan sistem terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB
Sempat viral video dan pemberitaan di media sosial mengenai pengusiran tenda-tenda relawan BPBD di halaman kantor tersebut. Sutopo Purwo Nugroho membantah adanya pengusiran relawan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di halaman kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu, Sulawesi Tengah. Menurut Sutopo, yang terjadi bukan pengusiran relawan. "Saya telah mengonfirmasi hal itu kepada beberapa pihak. Ternyata bukan diusir, tetapi direlokasi atau dipindahkan ke halaman Kantor BPBD agar memudahkan koordinasi dan halaman kantor Bappeda akan dibersihkan dan digunakan untuk apel aparatur sipil negara," kata Sutopo dalam keterangannya, Rabu (10/10). Namun, masih menurut Sutopo, relawan asing memang hanya bisa terjun ke lapangan dengan mendapat pendampingan dari ormas setempat. "Relawan asing diatur, tidak bisa nyelonong seenaknya ke mana-mana. Karena beda kultur, bahasa, dan lainnya. Hal itu biasa terjadi, diatur di semua negara," kata Sutopo.
Andi Arief, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat
Lagi-lagi Andi Arief ngomongin Prabowo. Andi menegaskan bahwa sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Prabowo dan pasangannya Sandiaga Uno masih berada di bawah pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. "Saat ini elektabilitas (Prabowo-Sandiaga) masih tertinggal jauh. Enggak ada jalan lain untuk menyusul. Harus memperbanyak turun ke rakyat. Jangan terlalu banyak di sarang, di Kertanegara," kata Andi. Kritik Andi Arief disampaikan melalui akun Twitter-nya, Jumat (12/10) siang. Berikut kutipan yang diunggah Andi: "Ini otokritik : kalau dilihat cara berkampanyenya sebetulnya yang mau jadi Presiden itu @sandiuno atau Pak Prabowo ya. Saya menangkap kesan Pak Prabowo agak kurang serius ini mau jadi Presiden," demikian tulis Andi. Dalam cuitan selanjutnya, Andi melanjutkan, "Pilpres itu memilih Presiden, jadi kalau Pak Prabowo tidak mau keliling Indonesia aktif, enggak ada rumus ajaib untuk menang. Kalau Pak Prabowo agak males2an, kan enggak mungkin partai pendukungnya superaktif." Andi menegaskan, patut direnungkan mengenai bagaimana mungkin kemenangan mengejar orang yang malas. "Pak Prabowo harus keluar dari sarang Kertanegara, kunjungi rakyat, sapa, peluk cium dan sampaikan apa yang akan dilakukan kalau menang di tengah ekonomi yang sulit ini. Sekian kritik saya," cuit Andi. Selanjutnya Andi masih mengunggah cuitan, yakni "mumpung partai-partai pendukung Pak Jokowi sibuk untuk lolos PT ketimbang urus Pak Jokowi, harusnya Pak Prabowo aktif keliling, menembus Indonesia mendulang suara. Hanya dengan bertemu rakyat, maka pintu istana akan terbuka."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News