Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (7—11 Maret 2016) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka selama sepekan.
Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku tidak punya cukup uang untuk ikut Pilkada DKI 2017 melalui jalur partai politik. Menurut dia, ikut pilkada melalui jalur parpol membutuhkan banyak uang. "Parpol enggak minta 'mahar' lo, tetapi cuma minta anak ranting dan cabangnya bergerak," kata Ahok di Balai Kota, Kamis (10/3). Berdasarkan hitung-hitungannya, setiap pengurus partai tingkat anak ranting di kelurahan membutuhkan dana operasional minimal Rp 10 juta per bulan. Jika dikalikan dengan 267 kelurahan, total dana yang bisa dihabiskan untuk membiayai pengurus partai di tingkat anak ranting di kelurahan tersebut bisa mencapai Rp 2,67 miliar. "Kalau dikali 10 bulan berarti Rp 26 miliar, belum lagi saksi," ujar dia. Menurut Ahok, hitung-hitungannya itu belum termasuk kebutuhan dana untuk pengurus partai ranting di kecamatan. Belum lagi jika partai yang mengusungnya tidak hanya satu. "Kalau dua partai dukung kamu, semua minta digerakkan mesin partainya, bisa-bisa Rp 100 miliar enggak cukup lho nyalon gubernur DKI," kata pria asal Belitung ini."Harta saya dikumpulin semua ya kayaknya pas-pasan kalau segitu. Jadi, enggak deh (lewat parpol)," kata dia lagi.
Gibran Rakabuming, Putra Presiden Jokowi
Akhirnya pasangan Gibran Rakabuming dan Selvi Ananda memberi Presiden Joko Widodo seorang cucu pada Kamis (10/3/2016) pagi, di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Surakarta. "Alhamdulillah saya telah menjadi kakek," ucap Presiden seusai melihat cucu pertamanya. Gibran, putra pertama Jokowi yang juga ayah dari cucu pertama Jokowi, kemudian memberitahukan nama bayinya. "Jan Ethes Srinarendra," ucap Gibran. Arti nama itu, menurut Gibran menjelaskan, arti nama "Jan" adalah "sangat atau sekali". "Ethes" berarti "cekatan". Adapun "Srinarendra" adalah "pemimpin yang cerdas"."Siapa yang memberikan namanya?" tanya wartawan. "Ya bapaknya, dong," ucap Gibran. Namun, Gibran mengakui bahwa Presiden juga turut memberikan usulan nama.
Yuddy Chrisnandi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Menteri Yuddy Chrisnandi disebut telah menerima teror ancaman melalui pesan singkat yang ke nomor ponsel pribadinya. "SMS ancaman tersebut dikirimkan berulangkali sejak bulan Desember 2015," ujar Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PAN RB, Herman Suryatman, dilansir dari Antara, Rabu (9/3/2016). Namun, masalah itu sudah dianggap selesai. Yuddy telah memberi maaf Mashudi, pengirim pesan teror. Selain menyampaikan maaf, dia memerintahkan, Reza, mencabut laporan polisi. "Pak Menpan RB sebagai pejabat tinggi negara memaafkan apa yang dilakukan Mashudi. Jadi, saya datang kemari ditugaskan untuk mencabut apa yang saya laporkan. Alasan mencabut karena permohonan maaf," tutur Reza di Mapolda Metro Jaya, Kamis (10/3). Dia menjelaskan, pemberian maaf itu disampaikan setelah Mashudi meminta maaf.
Fadli Zon, Wakil Ketua DPR RI
Wah, tumben Fadli Zon mengapresasi kebijakan Jokowi. Fadli memuji pidato Presiden Joko Widodo di Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerjasama Negara Islam (KTT OKI), khususnya pada bagian di mana Jokowi menyerukan seluruh negara-negara Islam yang hadir untuk memboikot produk israel. "Pidatonya harus kita apresiasi. Kalau pemerintah mau boikot produk Israel, itu langkah yang bagus," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/3). Karena itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini meminta pemerintah segera melakukan langkah konkret dengan meneliti produk Israel apa saja yang selama ini diimpor ke dalam negeri. Fadli melihat, pemboikotan ini bisa menjadi simbol komitmen negara-negara Islam mengutuk serangan yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
Budi Waseso, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)
Soal wacana BNN menjadi setingkat kementerian, Budi Waseso sepakat. Pasalnya, menurut Budi, BNN membutuhkan kewenangan lebih untuk menindak penyalahgunaan narkotika. "Tentunya dengan kewenangan organisasi yang ditingkatkan, terutama kewenangan, sarpras, otomatis akan berubah," kata Budi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (11/3). Menurut Budi, pemerintah pasti memiliki pertimbangan tertentu sehingga mengungkapkan rencana pemerintah mengangkat status BNN sejajar dengan kementerian. Terlebih lagi, kata Budi, tantangan BNN ke depan semakin besar sehingga butuh kewenangan lebih. Dengan demikian, koordinasi BNN pun bisa lebih mudah. Namun, sejauh ini belum ada pembahasan resmi antara Budi dan pemerintah mengenai rencana tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News