Reporter: Deni Riaddy | Editor: Deni RIaddy
Kelenteng- kelenteng cantik berusia ratusan tahun, bukan saja menjadi tempat wisata religi yang memuaskan. Tetapi juga menyuguhkan keindahan masing-masing kelenteng dan siap untuk diabadikan dengan kamera. Keindahan dan keunikan khas masing-masing kelenteng namun tetap memiliki nuansa khas Tionghoa. Terlebih lagi pada saat perayaan Imlek, banyak kelenteng yang memberi berbagai macam pertunjukan khas Imlek seperti pertunjukan barongsai dan masih banyak lagi. Selain itu, keindahan kelenteng akan tampak lebih eksotis dengan hiasan lampion-lampion berbagai ukuran serta penerangan lilin-lilin besar. Berikut ini 5 kelenteng tertua di Indonesia versi Kontan.
Nama | : | Dewi Welas Asih |
Alamat | : | Jl. Kantor No. 2, Kec Lemah Wungkuk, Cirebon - Jawa Barat |
Tahun berdiri | : | Tahun 1595 |
Pendiri | : | Taan Kok Liong, Khang Li, dan Liem Tsiok Tiong |
Nilai Histori | : | - Kelenteng seluas 1.600 m2 yang menghadap ke selatan ini, berdiri di lahan seluas 1.857 m2. Bagian depan halaman pertama dibatasi pagar dan gapura berbentuk bentar, sedangkan pagar sebelah barat dan timur dari tembok. Halaman kedua dimana terdapat bangunan Pat Kwa Ceng (tempat peristirahatan), tempat peribadatan agama Buddha yang disebut Cetya Dharma Rakhita terdapat dua tempat pembakaran kertas dan dua singa di halaman depan. |
- Kelenteng Dewi Welas Asih menurut cerita, adalah tempat untuk orang-orang belajar ilmu. Disebutkan juga bahwa Khang Li,Maharaja Tiong Hwa yang memerintah di wilayah Tiongkok pada masa Lodewijk XIV adalah salah satu donatur pembangunan vihara ini. Prasasti tersebut juga menyebutkan tahun pemugaran dibagian ruang utama yaitu tahun 1791, 1829 dan 1889, tetapi tanpa merubah bentuk aslinya. Sekarang kelenteng ini dikelola oleh Yayasan Tunas Dharma. | ||
- Bangunan utama terdiri atas serambi dan ruang utama. Ruang utama mempunyai ruang bagian depan, tengah dan ruang suci utama. Dinding sebelah kiri dan kanan pada ruang utama berlantai keramik warna merah bata ini dihiasi gambar yang menceritakan bakti seorang anak kepada orang tua, pengadilan, dan penyiksaan terhadap orang-orang berdosa. Tiang pendukung atap terdiri atas empat buah, berbentuk segi empat, berwarna merah dan ditempel papan bertuliskan huruf Cina. Plafon terbuat dari kayu, sedangkan atapnya dari genteng berbentuk pelana, dihiasi dengan bunga, burung dan daun-daunan. Pada ruang utama bagian depan terdapat altar Dewi Tie Kong, tempat abu, tempat lilin dan tergantung dua lonceng dan satu bedug. | ||
Sumber foto | : | disbudparprovjabar.go.id |
Nama | : | Vihara Avalokitesvara |
Alamat | : | Desa Banten Lama Kecamatan Kasemen, Serang Kota - Banten |
Tahun berdiri | : | Tahun 1542 |
Pendiri | : | Syarif Hidayatullah |
Nilai Histori | : | - Inilah vihara tertua di Provinsi Banten yang dibangun sejak abad 16. Pembangunan vihara ini tidak terlepas dari Sunan Gunung Jati, salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Indonesia yang memiliki istri keturunan kaisar Tiongkok bernama Putri Ong Tien. Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun 1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung Banten. Namun, pada tahun 1774 vihara dipindahkan ke Kawasan Pamarican hingga sekarang. |
- Gerbang dengan atap berhiaskan dua naga memperebutkan matahari, menyambut pengunjung di pintu masuk. Vihara yang memiliki nama lain kelentang Tri Darma ini memiliki luas mencapai 10 hektar dengan altar Dewi kwan Im sebagai Altar utamanya. Di altar ini terdapat patung Dewi Kwan Im berusia hampir sama dengan bangunan vihara tersebut. Selain itu di sisi samping kanan dan kiri terdapat patung dewa-dewa yang berjumlah 16 dan tiang batu yang berukir naga. | ||
- Sebutan Klenteng Tri Darma diberikan karena vihara ini melayani tiga kepercayaan umat sekaligus. Yaitu Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha. Walaupun diperuntukan bagi 3 umat kepercayaan namun bagi wisatawan yang beragama lain sangat diperbolehkan untuk berkunjung dan melihat bangunan yang saat ini termasuk dalam cagar budaya di Provinsi Banten ini. Di samping vihara terdapat ukiran tentang kejayaan Banten Lama saat masih menjadi kota pelabuhan yang ramai, juga menceritakan bagaimana vihara ini digunakan sebagai tempat berlindung saat terjadi tsunami beserta letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883. | ||
Sumber foto | : | banten.com |
Nama | : | Hok Tek Ceng Sin |
Alamat | : | Desa Welahan, Kecamatan Welahan, Jepara - Jawa Tengah |
Tahun berdiri | : | Tahun 1466 |
Pendiri | : | Tidak ditemukan |
Nilai Histori | : | - Bangunan utama Kelenteng Hok Tek Ceng Sin Jepara menggunakan atap pelana tumpang khas bangunan Tiongkok. Di puncaknya terdapat patung sepasang naga berebut mustika, dengan tulisan huruf Tionghoa "Naga adalah lambang keadilan, kekuatan dan menjadi penjaga barang-barang dan tempat suci". Sepasang Ciok say tampak berjaga di Kelenteng Hok Tek Ceng Sin Jepara ini. Ciok say (Singa Kilin) tersusun dari 18 jenis binatang. Badan kuda sisik ular dan ikan, buntut kura-kura, kaki burung-macan-kerbau-menjangan, mata kepiting, telinga kelinci, taring macan, jenggot dan mulut singa. Ciok say jantan memegang bola dan betinanya memegang anaknya. |
- Di Serambi ada Hiolo Thian berkaki tiga untuk memuja Dewa Langit. Relief pada badan hiolo juga menampilan wajah raksasa dan binatang yang menyerupai kepiting dan belalang sembah. Tak ada ornamen naga pada hiolo ini. Namun pada pilar tampak melilit seokor naga dengan mata yang mencorong menyala, berhadapan dengan harimau. Naga melambangkan keselamatan, serta pelindung arah timur yang melambangkan musim semi atau mulainya kehidupan baru. Sedangkan harimau melambangkan keberanian dan pelindung dari roh-roh jahat, serta pelindung arah barat (musim gugur). | ||
- Lubang hawa dan cahaya bulat besar pada dinding dihias ornamen sepasang naga yang sangat indah. Pada setiap pilar di serambi Kelenteng Hok Tek Ceng Sin Jepara terdapat lukisan binatang yang menggambarkan 12 Shio dalam tradisi Tionghoa, yaitu Tikus, Kerbau, Harimau, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing, dan Babi. | ||
Sumber foto | : | hoktekcengsinbio.blogspot.com |
Nama | : | Khong Cu Bio Talang |
Alamat | : | Jl. Talang No. 2 Cirebon - Jawa Barat |
Tahun berdiri | : | Tahun 1450 |
Pendiri | : | Tan Sam Chai atau H. Moh. Syafei |
Nilai Histori | : | - Kelenteng Talang menghadap ke arah timur, dibangun di atas lahan yang luas keseluruhannya 400 m2. Untuk memasuki kelenteng melalui gerbang dengan dua daun pintu kayu. Atap pintu berbentuk atap pelana atau kapal terbalik. Di halaman kelenteng ini tidak ditemui tempat pembakaran seperti kelenteng yang lainnya. Lantai halaman ini menggunakan tegel abu-abu yang sudah hancur. Menurut penuturan Bapak Sujito halaman ini dahulu bertegel warna merah. |
- Dua umpak di depan berupa batu andesit bulat polos. Lantai di ruang utama berupa tegel warna merah dengan ukuran 40 x 40 cm. Kuda-kuda berhias ukiran motif flora dan fauna dominan warna hijau. Altar utama di ruang ini terbuat dari bahan kayu jati. Altar tersebut merupakan tempat persembahyangan kepada Kong Hu Chu. Di sebelah kiri Kong Hu Chu terdapat dewa Tam San Chai dan di sebelah kanan terdapat leluhur. | ||
- Kata “Talang” yang dijadikan nama kelenteng ini, menurut bahasa Cina, berasal dari kata toa lang yang berarti “orang besar” atau “tuan besar”. Sebutan itu ditujukan kepada tiga orang laksamana besar utusan Kaisar Ming yang mendarat di Cirebon pada abad ke-14. Mereka adalah Chengho (Chenghe), Fa wan (Fa Xien) dan Khung Wu Fung, yang semua beragama Islam. Selama di Cirebon mereka membangun mesjid dan bangunan lain yang digunakan untuk tempat berkumpul kaun muslim Tionghoa. Hingga sekarang kelenteng yang disebut juga Kelenteng Soeh Boen Pang Gie Soe (Rumah Abu Leluhur) ini belum pernah dipugar. | ||
Sumber foto | : | disbudparprovjabar.go.id |
Nama | : | Hong Tiek Hian |
Alamat | : | Jl Dukuh GG.II/ 2 dan Jl Dukuh N0.23/ I, Surabaya - Jawa Timur |
Tahun berdiri | : | Tahun 1293 |
Pendiri | : | Pasukan Tartar (zaman Khu Bilai Khan, awal Kerajaan Majapahit) |
Nilai Histori | : | - Klenteng ini terdiri dari dua bangunan utama. Di bagian dalam kelenteng terdapat berbagai altar tempat pemujaan yang dihiasi dengan ornamen khas bergaya Cina. Terdapat altar mak co dan kong co di lantai dasar, sedangkan di lantai kedua, terdapat altar Dewi Kwan Im, Budha dan dewa-dewi lainnya. |
- Pada sisi lain terdapat alat peribadatan seperti lilin, hio dan uang-uangan kertas bagi umat Budha yang ingin beribadah. Saat beribadah, lilin menjadi penerangan utama. Lilin merah berukuran besar, banyak terdapat di sisi kiri dan kanan altar. Lilin melambangkan keseimbangan seperti halnya Yin dan Yang serta penerangan batin. | ||
- Kelenteng ini juga masih mempopulerkan Wayang Potehi yang terkenal. Pertunjukan diadakan di panggung boneka, di sebuah ruangan berukuran 4×4 meter, diiringi suara tambur dan gembreng. Wayang boneka yang terbuat dari kain ini digerakkan oleh tangan sang dalang. Dikenal sejak sekitar tiga ribu tahun lalu di Cina, pertunjukkan ini menceritakan kisah Mandarin yang berisi pesan moral. | ||
Sumber foto | : | eastjava.com |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News