Reporter: Deni Riaddy | Editor: Deni RIaddy
Bedug konon masuk ke Indonesia sejak jaman Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang, yang diberikan sebagai hadiah untuk Raja dari Semarang. Dalam perkembangannya, bedug memiliki fungsi sebagai alat komunikasi atau petanda kegiatan masyarakat, mulai dari ibadah, tanda berkumpulnya sebuah komunitas hingga petanda bahaya. Dalam kehidupan kaum muslim, bedug adalah bagian dari masjid. Bunyi bedug biasanya penanda waktu sholat tiba dan kalau tiba saatnya bulan Ramadhan, bedug pun dipakai sebagai penanda berbuka puasa. Berikut lima bedug tertua di Indonesia dan masih ada hingga sekarang.
Nama | : | Bedug Masjid Al Osmani Medan |
Tersimpan di | : | Masjid Al Osmani, Medan |
Alamat | : | JL Kol Yos Sudarso, Km. 19, 5, Labuhan, Pekan Labuhan, Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara 20252 |
Dibuat | : | Tahun 1854 |
Keterangan | : | - Bedug berusia ratusan tahun ini tersimpan dan terawat dengan baik di Masjid Al-Osmani, yang letaknya di jalan KL Yos Sudarso Kelurahan, Pekan Labuhan, Medan Belawan. Dari masjid yang warna dan bentuk arsitekturnya mirip istana Deli inilah, bedug ditabuh kala waktu shalat tiba. Pun, ketika saatnya bulan Ramadhan tiba, bedug dari Masjid yang dibangun Raja Deli ketujuh atau Sultan Osman Perkasa Alam inilah penanda pengumuman saatnya berbuka puasa ditabuh dengan keras agar terdengar oleh masyarakat sekitar Belawan dan sekitarnya. Di bangun pada tahun 1854, bedug ini dibuat bersamaan waktunya dengan saat membangun Masjid Al-Osmani. Masjid yang dibangun dengan menggunakan bahan kayu pilihan. |
Sumber Foto | : | tribunnews.com |
Nama | : | Bedug masjid Al Ikhlas Belitung |
Tersimpan di | : | Masjid Al Ikhlas, Belitung |
Alamat | : | Desa Ulu, Sijuk Belitung, Sijuk, Pangkalpinang, Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung 33414 |
Dibuat | : | Tahun 1817 |
Keterangan | : | - Islam masuk ke Belitung pada sekitar tahun 1520-an dengan datangnya seorang ulama asal Gresik bernama Datuk Mayang Gresik, menyusul keruntuhan Kerajaan Majapahit (1293 – 1500) yang digantikan oleh Kesultanan Demak (1475 – 1548). Datuk Mayang Gresik tinggal di Pelulusan, sekarang masuk Desa Nyuruk, Kecamatan Dendang, Belitung Timur. Sebuah bedug tua dengan lubang sobekan menganga tampak diletakkan di luar pendopo Masjid Sijuk Bentuk pendopo ini sama persis dengan bangunan utama Masjid Sijuk yang berukuran 8 × 8 m, hanya saja tidak ditutup dinding kayu keliling. Arsitektur Masjid Sijuk yang atapnya berbentuk limasan tumpang, dan adanya beduk di masjid, menunjukkan pengaruh bentuk dan kebiasaan masjid yang ada di Jawa. Namun tidak diketahui dengan jelas siapa yang membangun Masjid Sijuk ini. |
Sumber Foto | : | belitongexpress.com |
Nama | : | Bedug Pendowo |
Tersimpan di | : | Masjid Darul Muttaqien Purworejo |
Alamat | : | Jalan Mayjend Sutoyo, Kelurahan Sindurjan Kecamatan Purworejo Purworejo Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah |
Dibuat | : | Tahun 1834 |
Keterangan | : | - Bedug Kyai Bagelen atau Bedug Pendowo di buat dengan salah satu pohon terbesar pada saat itu, yaitu pohon jati pandowo. Pohon yang di ambil pun bukan sembarang pohon, pohon jati ini memiliki ke unikan sendiri. Pohon jati bercabang lima, maka di sebut dengan jati pandowo. Konon, pohon yang dibuat bedug ini merupakan pohon kramat dan tidak boleh di tebang oleh tokoh masyarakat setempat namun atas perintah sang bupati pertama Cokronagoro I yang tidak mempercayai tahayul atau mitos dan mengutus ulama Kyai Irsyad untuk menebang dan di serahkan ke Tumenggung Prawironagoro. Akhirnya beduk yang dibuat sekitar tahun 1837 oleh Tumenggung Prawironagoro dan Raden Patih Cokronagoro selesai dan di tempatkan di Masjid Agung Kadipaten yang saat ini bernama Masjid Darul Muttaqien. |
Sumber Foto | : | wisatapurworejo.com |
Nama | : | Bedug Kyai Dhondhong |
Tersimpan di | : | Masjid Mataram Kotagede Yogyakarta |
Alamat | : | Jl. Watu Gilang, Kotagede, Yogyakarta |
Dibuat | : | Tahun 1640 |
Keterangan | : | - Kiai Dhondhong adalah nama bedhug yang berada di serambi Masjid Mataram, Kotagede. Jejak sejarah keberadaan bedhug di masjid bermula ketika pengembaraan Sunan Kalijaga tiba di desa Dhondhong, Kalibawang, Kulonprogo. Sunan Kalijaga tertarik dengan kayu di desa Dhondhong untuk dijadikan bedug. Lalu, memerintahkan Nyai Brintik yang berasal dari Desa Dhondhong untuk membawa kayu tersebut ke Kraton Mataram. Hal ini dilakukan karena Masjid Gede sebutan Masjid Kotagede belum memiliki bedug. Kondisi Bedug Kyai Dhondhong masih terawat dengan baik walaupun sudah berulang kali mengalami pengecatan untuk menghindari rayap dan penggantian kulit bedug. Selain itu di dekatnya terdapat kentongan sebagai pasangan bedug. |
Sumber Foto | : | archnet.org |
Nama | : | Bedug Bayan Beleq |
Tersimpan di | : | Masjid Bayan, Lombok |
Alamat | : | Masjid Kuno Bayan Belek KLU NTB, Belek, Karang Bajo, Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Bar. 83354 |
Dibuat | : | Abad ke-16 |
Keterangan | : | - Sejarah mencatat bahwa agama Islam mulai masuk ke Pulau Lombok pada abada ke-16. Setelah raja Lombok (yang berkedudukan di Teluk Lombok) menerima Islam sebagai agama kerajaan, Islam dikembangkan ke seluruh wilayah kerajaan tetangga seperti Pejanggik, Parwa, Sarwadadi, Bayan, Sokong, dan Sasak. Desa Bayan dengan luas wilayah 8.700 ha merupakan daerah perbukitan dengan latar kaki gunung Rinjani disebelah selatan. Di sini, terdapat peninggalan penting yang dapat dijadikan bukti dan bahan kajian tentang masa awal berkembangnya ajaran Islam di Pulau Lombok, yaitu Masjid Bayan Beleq. Masjid Kuno Bayan Beleq tak ubahnya rumah-rumah di desa Bayan, yang bentuk bangunannya serupa dengan bentuk bangunan rumah-rumah tradisional asli masyarakat Bayan. Sehari-hari, Masjid Bayan Beleq tidak lagi digunakan oleh masyarakat sekitar. Namun, masjid ini akan kembali ramai pada hari besar agama Islam. Salah satunya pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad. Perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad ini biasanya diadakan selama dua hari. Di saat perayaan, Masjid Bayan Beleq akan dipenuhi oleh pengunjung. Pada perayaan acara ini, para pengunjung yang ingin mengikuti prosesi upacara diwajibkan untuk mengikuti peraturan yang ada, semisal harus menggunakan baju adat Sasak seperti dodot dan sapuk. |
Sumber Foto | : | bayan-lombokutara.desa.id |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News